Kata Pengantar
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia dan rahmatnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas softskill bahasa Indonesia saya yang berjudul Pemilu Tak Berdampak ke Pertumbuhan Ekonomi. Karena terbatasnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh penulis maka makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat di perlukan penulis.
Tidak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak pihak yang sudah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat selesai. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejauh ini di Indonesia pemilu sudah dilakukan sebanyak 12kali, sejak pertama kali dilakukan pada tahun 1955 dan yang terbaru dilakukan pada tahun 2012.
Sejak Pemilu pada 1971 sampai Pemilu 2009 tren pertumbuhan ekonomi cenderung menunjukkan grafik yang stabil. Mengacu pada dinamika akselerasi tersebut, tidak akan muncul pengaruh negatif terhadap sektor perekonomian menjelang Pemilu 2014 mendatang. Oleh karena masalah itu penulis memutuskan untuk mengambil judul PEMILU TAK BERDAMPAK KE PERTUMBUHAN EKONOMI.
1.2 Permasalahan
Apakah benar pemilu tak berdampak ke pertumbuhan ekonomi.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui apakah benar pemilu tak berdampak ke pertumbuhan ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Artikel Tentang pemilu tak berdampak ke pertumbuhan ekonomi.
MAKASSAR - Sejak Pemilu pada 1971 sampai Pemilu 2009 tren pertumbuhan ekonomi cenderung menunjukkan grafik yang stabil. Mengacu pada dinamika akselerasi tersebut, tidak akan muncul pengaruh negatif terhadap sektor perekonomian menjelang Pemilu 2014 mendatang.
"Pergerakan pertumbuhan nasional dengan investasi Pemilu 1971 sampai 2009, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia, secara rata-rata cukup stabil (kecuali pada periode tertentu) pada masa sebelum dan sesudah Pemilu," kata Kepala Bank Indonesia (BI) Sulawesi Maluku Papua (Sulampua) Mahmud, kepada Okezone, di Makassar, Jumat (22/2/2013).
Menurut Mahmud, pergerakan investasi cenderung melambat menjelang Pemilu. Namun secara umum akan kembali tumbuh lebih tinggi pasca-Pemilu.
"Efek terbesarnya kepada konsumsi rumah tangga, sementara inflasi dan investasi relatif minimal," lanjut Mahmud.
BI merilis berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Pemilu 2009 berdampak pada PDB 2008 dan 2009 masing-masing sebesar 0,2 persen dan 0,3 persen.
"Peningkatan PDB tersebut didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga terkait kampanye Pemilu. Walaupun tambahan peningkatan konsumsi rumah tangga cukup besar, namun peningkatan tersebut tidak berdampak signifikan kepada inflasi, mengingat belanja tersebut terutama dalam bentuk belanja iklan," sambung Mahmud.
Dikatakannya, dampak tambahan PDB dari Pemilu 2009 diperkirakan sebesar Rp11,3 triliun pada 2008, Rp26,6 triliun, dan Rp5,3 triliun (2009).
"Pelaksanaan Pemilu yang lancar menambah derasnya aliran modal, baik asing maupun domestik," pungkasnya.
2.2 Pembahasan Tentang Pemilu di Indonesia
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 3 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9 Partai politik dan 1 organisasi masyarakat. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik. Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional. Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah. Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla. Pergantian kekuasaan berlangsung mulus dan merupakan sejarah bagi Indonesia yang belum pernah mengalami pergantian kekuasaan tanpa huru-hara. Satu-satunya cacat pada pergantian kekuasaan ini adalah tidak hadirnya Megawati pada upacara pelantikan Yudhoyono sebagai presiden.
Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.
BAB III
KESIMPULAN
Dari artikel diatas dapat disimpulkan bahwa pergerakan pertumbuhan nasional dengan investasi pemilu 1971 sampai 2009, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia, secara rata-rata cukup stabil pada masa sebelum dan sesudah pemilu, efek terbesarnya kepada konsumsi rumah tangga, sementara inflasi & investasi relatif minimal dan pelaksanaan pemilu yang lancar menambah derasnya aliran modal, baik asing maupun domestik.
Daftar Pustaka: